Minggu, 19 Januari 2020

Ramai Negara Islam Serukan Pakai Emas & Buang Dolar, Mungkin?


Ramai Negara Islam Serukan Pakai Emas & Buang Dolar, Mungkin?

Baru-baru ini negara Muslim mempertimbangkan dinar emas sebagai alat pembayaran Internasional. 


Salah satu penggagas yakni Perdana Menteri Malysia Mahathir Mohamad menegaskan rencana penerapan ide tersebut tidak lain karena dolar AS semakin tidak stabil. Dolar AS terpapar pada fluktuasi nilai untuk melayani sebagai mata uang internasional utama.

Meski demikian, menurut seorang profesor ekonomi di Universiti Malaya Nazari Ismail, ada banyak tantangan dari ide ini. Di antaranya, penolakan dari sejumlah negara Islam.

Negara-negara itu antara lain, Arab Saudi, Pakistan dan Indonesia. Status sebagai pengekspor migas menjadi penyebab, penggunaan dinar emas bisa merubah semua benchmark yang ada.

Lebih lanjut Nazari mengatakan sektor swasta di semua negara, termasuk negara-negara Muslim, tertarik pada transfer uang internasional yang cepat dan efisien. Karena itu dolar AS lebih cenderung dipakai.

Lembaga perbankan dari semua negara saling terkait dan mereka lebih suka memelihara sistem yang memfasilitasi operasional mereka. "Saya sama sekali tidak optimis bahwa ide Mahathir akan diambil," katanya.

Sejalan dengan Nazari, analis dan konsultan bisnis Hoo Kee Ping menyatakan konteks dinar emas yang dipakai Mahathir masih belum jelas. Ia mempertanyakan apakah emas fisik, emas berjangka atau emas digital.

"Dengan asumsi jika mengacu pada emas fisik, di mana kita dapat menemukan banyak emas untuk mendukung uang kertas?" katanya.

Ia pun mengingatkan kembali bahwa salah satu alasan terjadinya krisis The Great Depression pada 1930-an adalah karena ketergantungan pada mata uang yang didukung dengan emas.

Dia mengatakan sulit bagi dunia untuk menghindari dolar AS sebagai mata uang internasional. Eropa telah mencoba dengan menciptakan mata uang euro meski gagal melawan dolar AS.

Sementara itu, ekonom Malaysia lainnya, Yeah Kim Leang menilai sebaiknya memang ada mata uang multi-bilateral bersama yang dibentuk untuk mengurangi ketergantungan pada dolar.

Misalnya, Malaysia dan Saudi setuju menggunakan mata uang dinar yang sama. "Itu mungkin karena Saudi kaya akan minyak. Tapi itu tidak harus berdasarkan emas," katanya.

Atau menggunakan mata uang lain dalam perdagangan selain dolar AS. Misalnya yuan China atau euro Eropa. 


SUMBER: CNBC Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar